Emak Dagang, Bapak Tani, Saya?

Emak dagang, bapak tani. Bagaimana dengan saya? 

Saya mewarisi ilmu keduanya

Emak hebat di dagang. Bapak ulet di pertanian. Saya belajar dari mereka berdua: dagang hasil pertanian.

Emak dagang, bapak tani


Emak saya dari dulu sejak awal nikah katanya sudah pinter dagang. Dulu sempat buka warung nasi. Kemudian pindah ke kampung yang hampir sedikit penghuninya. Jadi gak bisa dagang makanan olahan lagi. Emak bantu bapak bercocok tanam.

Gambaran hebatnya emak dalam berdagang

Bagaimana emak dagang ini saya akui jempol. Uletnya mengalahkan sarjana-sarjana muda jaman sekarang yang kebanyakan ngalem.

Pernah suatu ketika, keluarga saya ini benar-benar minus. Gak ada uang sama sekali karena kebutuhan kuliah saya sangat besar saat di kota Malang. sudah jual tanah dan rumah masih aja kurang. Terutama kebutuhan sehari-hari: makan dan tempat tinggal (kos). Padahal makan sudah saya hemat. Yang dulunya waktu masih tinggal di Tuban sama orang tua, makan sehari bisa lima kali dengan porsi kuli. Saat tinggal di Malang, hanya dua kali dengan porsi pegawai kantoran.

Akhirnya emak punya inisiatif jualan peracangan di rumah. Padahal rumah kami itu jauh dari peradaban. Eh maksudnya jauh dari tetangga karena terletak di tengah area tegalan seluas satu hektar lebih. Sehingga tidak berada di pinggir jalan besar. Hampir dipastikan sehari ya Cuma 3 orang yang lewat area tersebut. Tetangga yang berada di sebelah tanah, dan akses jalannya ya lewat tanah kami.

Udah gitu, tempat jualannya digubuk kecil. Modal saja Cuma 500.000. itupun untuk beli timbangan sudah seharga 200.000 an. Memprihatinkan kan ya? Kalau dibanding saat ini, seperti tidak nyangka bakal ada keajaiban.

Sampai-sampai satu dari tiga tetangga itu mengatakan kurang lebih: jualan ke siapa, hawong rumahnya jauh dari tetangga.

Tapi emak saya prinsipnya satu. Usaha itu atas izin Allah. Kalau Allah  sudah menggerakkan pembeli, ya bakal ada pembeli. Ternyata benar kok. Kepercayaan itu bisa mengembangkan usaha dagang emak.

Tidak hanya itu, dagang diuji bertubi tubi. Terutama masalah mafia hutang di kampung. Ada beberapa tokoh yang pintar hutang. Jadi gini sistem hutangnya:

Anggap saja mafia hutangnya si A

Toko yang sering dihutangi si X, Y, dan Z.

Si A ini kalau belanja di tokko X hutang terus, kalau sudah banyak ditagih sama X. intinya jangan hutang mulu. Bayarlah. Kan uangnya buat muter lagi.

Si A kalau sudah ditagih hutang sama si X, ngambek. Gak hutang lagi. Bukannya melunasi hutang lo ya. Tapi gak belanja lagi. Kalau ketemu menghindar terus.

Kalau sudah begini pundah ke toko Y. di toko Y kejadian yang sama, pindah ke toko Z.

Laaaaaaaaaaahhh, apesnya. Toko emak saya dapat giliran. Kalau giliran arisan bisa jingkrak-jingkrak seneng. Lah ini giliran dihutangi si ndablek.

Lama-lama emak ya nagih, hutangnya sudah ratusan ribu. Didominasi hutang rokok. Ngilang dia, ga pernah nongol belanja lagi. Luamaaa.

Emak tetap bersabar meski hampir modar.

Berkat kesabaran itu mendatangkan rejeki lain ternyata. Ada aja sumber penghasilan lain yang nominalnya lebih besar dibanding hutang itu.

Sebenarnya masih banyak sisi lain dari emak. Tapi sampai sejau ini tulisan sudah 480 kata. Nanti bapak dan saya gak dapat jatah ulasan. Hehehe

Lanjut ya ke bapak saya yang petani tulen.

Maksudnya tulen gimana to kang? (pakai logat tuban ya)

Ya tulen. Asli. Murni. 100% jiwa raga tani.

Cerita flashback kata emak bapak, dulu bapak itu punya potensi jadi pegawai negeri. Bapak pernah diajak temannya yang sudah PNS di seolah untuk menjadi tuang kebun sekolahan. Kamu tahu jawabnya bapak gimana?

Urip kok diprentah-prentah, ora ono ajine” (hidup kok diperintah-perintah, tidak ada harga dirinya)

Jadi bapak menolak ajakan itu.

Malah boro (tinggal) di tegal yang jauh dari peradaban tadi. Dan menekuni satu bidang: tani. Mulai nanam-nanam, memelihara rojokoyo dan ayam kampung, nanam komoditas hutan (jati, bambu, dan kayu lain).

Bahkan saat kondisi pelik keuangan pun, bapak enggan kerja ikut orang. Hidup-mati, kaya-miskin akan memanfaatkan potensi tegal saja.

Sedikit berbeda dengan emak, yang masih mau nyambi kerja ikut orang. Saat paceklik gak ada hasil panen, masih mau buruh panen kacang (di Tuban namanya rempes kacang). 

Sudah gitu aja cerita bapak saya. Giliran saya yang menggabungkan kedua kelebihan emak bapak.

Saya saat ini jual sayur organik di Malang.

Meski melalui fase nyungsang jungkir dulu untuk melalui tahap ini, tapi sampai sejauh ini saya masih 100 % menjalani usaha itu. Awalnya memang kerja jadi pegawai kemudian merintis usaha sendiri hingga saat ini.

Untuk memulai usaha jual sayur organik ini pun, saya awalnya menanam sendiri. Mulai menyiapkan media menanam, menanam, merawat, panen, packing, antar ke pelanggan juga saya lakukan sendiri.

Semakin lama ternyata permintaan melonjak. Saya kuwalahan jika harus melakukan semua sendiri.  Akhirnya menggandeng beberapa petani mitra untuk menanam organik. Saya fokus ke marketing. Meski kadang-kadang juga terjun ke kebun ikut menanam dan merawat tanaman.

Hikmah punya emak dagang, bapak tani

Kadangkala orang tua tani tidak menginginkan anaknya tani. Begitu juga dengan orang tua saya. Semua menyarankan saya jadi pegawai saja. Tapi saya menolak. Mengambil keputusan yang menurut saya baik. Saya menganggap bahwa kondisi emak dan bapak itu ada hikmah yang harus saya petik. Saya pelajari. Saya tiru. Dan saya modifikasi berdasarkan keilmuan.

Dagang itupun sudah disebut dalam hadits, bahwa sembilan dari sepuluh pintu rejeki berasal dari dagang. Demikian juga tani, pekerjaan yang sangat mulia. Pekerjaan yang berhubungan dengan perut. Dimana perut adalah sumber dari berbagai masalah, jika tidak tertangani dengan baik. Orang yang perutnya lapar, bisa melakukan apa saja. Bahkan membunuh.

Kedua hal berbeda yang saya tiru dari emak dan bapak, saya modifikasi. Menggunakan branding organik, dimana budidayanya tanpa menggunakan bahan kimia sintetis, baik pupuk, pestisida, herbisida, dan hormon pertumbuhan. Semua menggunakan yang tersedia di alam: pupuk kandang, pestisida menggunakan daun yang rasanya pahit, herbisida diganti matun (menyiangi rumput).

Modifikasi itu tentunya melihat peluang pasar, dimana di pusat perkotaan banyak orang yang  sudah sadar akan kesehatan pangan. Berbeda kalau di desa, saya pakai organik, masyarakat apa peduli. Toh mereka makannya juga sudah organik. Makan dari pagar: beluntas, daun toro, kecipir, dan lain-lain.

Beruntungnya lagi, saya tinggal di kota Malang.  Jadi, akses ke pasar organik itu dekat.  Memang, saya tidak memasarkan di supermarket maupun minimarket yang kebanyakan konsinyasi. Saya lebih fokus ke pemasaran digital. Menggunakan website dan instagram terutama. Dibantu facebook.


Gogrin
Gogrin Kami bergerak di bidang pertanian organik, mulai budidaya hingga pengolahan

26 komentar untuk "Emak Dagang, Bapak Tani, Saya?"

  1. Jadi ilmu berdagang organik dari emak pastinya nih mas ito heheheh, kalau memilih berdagang sayuran mungkin ada inspirasi dari bapak yang seorang petani jadi suka yang alami. Sukses terus mas ito semoga lancar usahanya aamiin.

    BalasHapus
  2. kereeen ih, hampir sama donk kita kak, bedanya saya ayah yang pedagang, jiwa dagang saya dkarena mewarisi darah ayah, dan dari ayah jadi tau bagaimana ilmu berdagang yang bener. semangat kak

    BalasHapus
  3. Saya sempat baca profil Adi Pramudya yang ditulis oleh Andi F Noya dalam kumpulan buku Kick Andy. Judulnya, Menjadi Kaya dari Bertani. Sekarang membaca kisah Mas Ito, saya yakin Mas Ito adalah the next Andi Pramudya. Sudah saatnya pertanian menjadi penopang utama perekonomian negara kita yang sampai saat ini masih menjadi anak tiri.

    BalasHapus
  4. Emak saya juga sering banget jatuh bangun berdagang. Pernah buka peracangan di rumah. Buka rental PS dijamannya. Bu mertua saya malah pernah bikin telor asin sendiri untuk dijual di sekolah padahal beliau juga seorang guru. Pokoknya halal dan berkah mah hayuk aja.

    BalasHapus
  5. Wah Tuban mana mas? Saudara saya juga ada yg di Tuban. Btw dari sekian pekerjaan yang udah pernah saya coba emang paling enak berdagang hehehe cuman kalo jiwa malasnya kambuh jadi balik pengin jadi pegawai aja deh. Huhu

    BalasHapus
  6. Wah keren banget mas
    Kalau dekat saya langganan deh sayur organiknya
    Semoga sukses ya berdagangnya
    Benar-benar jiwa bapak dan ibunya nurun banget ini ke anaknya

    BalasHapus
  7. Waah perpaduan yang sangat epic. Bisa bertani dan bisa menjual hasil taninya itu adalah hal yang luar biasa. Next bahas suka dukanya menjadi petani gan, biar bisa menginspirasi saya yang ingin bercocok tanam.

    BalasHapus
  8. Senangnya ya jadi petani dan menjual hasilnya , aku mau belajar kak, sekarang aku lagi nanam2 nie, semoga bisa jadi petani kota euyy . Sukses terus buat kaka.

    BalasHapus
  9. Aku tuh sampai googling, peracangan tuh artinya apa? Warung kelontong apa ya. Keren perpaduan dari bapak dan emak, jadi satu nih di Gogrin. Brandnya juga udah pas banget. Coba di Bandung ada, aku langganan deh...

    BalasHapus
  10. Berarti anaknya udah selangkah lebih maju lagi ya Mas... jeli mengolaborasikan keahlian emak dan bapak. Jadilah berdagang sayur organik. Zaman now orang2 pd pingin menjaga kesehatan dg mengonsumsi yg organik2. Sukses selalu usahanya Mas

    BalasHapus
  11. Keren,..emak dagang bapak tani anak jadi pengusaha hasil pertanian konsep terkini. Segala yang berbau organik sedang dilirik, Insya Allah peluangnya besar. Semoga sukses ya Mas...dimudahkan dan dilancarkan wirausahanya.

    BalasHapus
  12. Duh, suka sekali sama tulisan ini. Pedagang dan petani ini profesi yang klop banget. Dari hasil pertanian sendiri, kemudian dijual sendiri. Bisa begini juga kan, ya? Hihihi ... Nah, beruntungnya njenengan mewarisi keduanya. Jadi ingat ucapan seorang teman, profesi yang sangat baik itu berasal dari sektor kesehatan, pendidikan, dan pertanian. Selamat nggih ...

    BalasHapus
  13. Di luar negeri, petani itu masuknya kelas menengah. Semoga negara kita perhatian dg petani dan kedaulatan pangan biar alaala tani dagang makin banyak.

    BalasHapus
  14. wah sy konsumsi beras organik jg lho kak dirumah ..btw keren ya bisa mewarisi kegigihan ortu dlm berusaha..semangat ya kak.. sukses selalu usahanya

    BalasHapus
  15. Keren mas. Inspirasi hehe
    Aku masih suka diprintah2 nih
    Moga bisa mrintah n jad bos kelak. Amiin🙏

    BalasHapus
  16. Hebat mas. Perpaduan bakat yang sempurna dari orang tua. Semoga lancar dan sukses usahanya

    BalasHapus
  17. dua profesi yang bersinergi ya mas. Profesi tahan banting. Kami juga gitu jiwa taninya gak bisa ditinggalkan. Semuanya ditanam dilahan yang kecil. Cukuplah untuk menuhi kebutuhan dapur.

    BalasHapus
  18. Tetap yakin ya bahwa menjemput rezeki bisa lewat mana aja, bahkan jualan di tengah tegalan pun jadi... Kalo udah rezeki emang gak akan kemana... Itu coba yang tukang ngutang suruh datang ke sini... Datang doang hahahaha

    BalasHapus
  19. subhanallah keren banget mas berani memilih jalan yang pasti dan sering di cari orang yaitu menjual sayur keren keren

    BalasHapus
  20. mewarisi ilmu kedua orang tua itu berkah loh kak. apalagi bisa mengembangkannya. keren nih bisa mendigitalkan ilmu bapak dan emak. hasil tani bisa mendunia nih. hehe... sukses ya kak

    BalasHapus
  21. Mewarisi dua ilmu berbeda tapi setelah disatukan ternyata memberikan dampak besar. Keren.. semoga lancar usahanya kak

    BalasHapus
  22. Nah yg gini gini diperbanyak kak biar pada paham bangga dengan latar belakang keluarga dan belajar serta menjadi maju .. minimal generasi yang tahan banting ya

    BalasHapus
  23. Kalau saya..... Bapak karyawan pekerja BUMN, Ibu rumah tangga. Keduanya juga petani mengelola 2 sawah masing-masing 1/4 hektar sebagai tambahan penghasilan. Aku? Nyesel dulu belum sempat banyak belajar tentang bertani padi, karena aku lahir saat bapak usia 42 dan saat aku usia SD awal udah pindah ke kota dan sawah dikerjakan orang lain.

    BalasHapus
  24. Keren, mewarisi ilmu dagang dan juga tani. Suami saya juga petani dan dengan alasan seperti Bapak Sampeyan, nggak mau diperintah-perintah orang

    BalasHapus
  25. ini-nih yang di sebut keluarga yang mempunyai demeg besar. 1 sama lain saling melengkapi. Sukses terus mas semoga lancar usahanya dan mengispirasi banyak orang

    BalasHapus
  26. Waaah, nyerap ilmu dari kedua orangtua, ditambah dengan ilmu digital, jadinya keren banget, Mas. Kalo deket mau banget nyobain sayur organiknya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan tinggalkan link hidup ya gaes.