Penerangan Jalan Di Kota Di Subsidi Orang Desa, Kok Bisa?

Ini soal penerangan jalan di kota dan di desa.  Sepertinya ada ketimpangan. Kurang adil. Tidak adil. Atau menurut kacamata lain: sangat tidak adil.

Padahal setiap pemakai listrik, tanpa pandang bulu, di desa atau di kota, dikenai pajak yang nantinya akan digunakan untuk penerangan jalan. Atau ada yang sudah tidak asing menyebut-nyebut Pajak Penerangan Jalan (PPJ).

Pajak penerangan jalan
Ilustrasi penerangan jalan: pixabay.com

Belum ada revolusi mental di pemerintah tentang pemanfaatan Pajak Penerangan Jalan (PPJ).

Sepertinya belum ada/ belum banyak media yang membuat perbandingan. Media mungkin lebih suka fokus cari berita di kota dari pada di desa yang masih amburadul. Kurang tertata. Tapi di desa lah banyak fakta pembangunan yang tidak merata.

Ya, bagitulah desa. Dibilang pembangunan itu adil, masih belum. Bahkan lampu penerangan saja tidak merata antara desa dan kota.

Apalagi soal kondisi perekonomian, masih berupa teka-teki dan menjadi "game" buat mereka yang suka bermain "game" dengan harapan jadi pemenang dalam perlombaan: politik misalnya.

Kita pelajari soal PPJ yang saya katakan belum adil tadi.

Ada beberapa istilah tentang perlistrikan. Mulai objek pajak, wajib pajak, dll.
Berikut ini penjelasan tentang itu yang mengacu pada ortax.org

Pajak penerangan jalan 2
Penjelasan istilah perpajakan listrik: ortax.org

Besarnya pajak berbeda antara individu dan badan usaha. Ada 3 kategori menurut besarnya pajak listrik. Maksimal 10%.

Pajak penerangan jalan 2
Contoh ketentuan tarif pajak listrik: ortax.org

Sebagai contoh di Kabupaten Tuban bisa diakses dan download di jdih.tubankab.go.id.

Sekarang saya lanjut ke penjelasan soal alur PPJ.

Saya pakai bahasa sangat sederhana. Ini merupakan hasil saya bertanya kepada yang lebih paham dibanding saya. Karena sejak kecil saya gak paham meski bertanya kenapa kota terang benderang, desaku kok gelap gulita.

Saya baca banyak referensi, juga sedikit pahamnya. Jadi saya tanya saja ke narasumber yang lebih paham perihal PPJ.
Ilustrasinya pakai percakapan seperti ini kurang lebihnya.

Daerah (kota/kabupaten): "Heh PLN saya punya pajak namanya PPJ sebesar 6% dari tarif listrik yang dibayar oleh rakyat".

PLN: "Oke, saya bantu nampung pajaknya".
PLN: "Heh daerah, ini pajak dari rakyatmu setiap bulan dapat sekian. Silahkan".
Oooh iya Daerah, penerangan jalanmu habis 100 juta bulan ini".

Daerah:  "OK. Saya bayar".
(Daerah membayar menggunakan PPJ yang sudah dibayar rakyat melalui PLN)

Nah, penggunaan PPJ ini untuk pembayaran penerangan jalan dan juga perawatannya.

Sekarang dimana letak kurang adilnya?

Perlu kamu bandingkan pergi ke kota malam hari. Setelah itu berselancar ke desa. Semakin pelosok semakin bagus.

Apa yang kamu temukan?

Terang-gelap yang kontras. Jalan umum di kota terang benderang. Desa pelosok gelap gulita. Desa yang gak pelosok, lumayan terang dibanding pelosok,tapi lumayan gelap dibanding kota. Bahkan banyak desa yang tidak ada sama sekali penerangan jalannya. Kalaupun ada, kondisi mati yang tidak teropeni.

Bisa juga kamu buktikan jumlah tiang listrik antara jalan umum di desa dengan dikota. Lebih banyak mana? Kota? Yess,anda tidak salah lihat. Itulah faktanya.

Jika ditarik kesimpulan berdasar fakta tersebut, penerangan jalan lebih difokuskan di bangun di kota.

Jika disimpulkan lebih jauh lagi: orang desa yang membayar penerangan jalan di kota. Kehidupan orang kota dari segi listrik jalan umum, disokong orang desa.

Lalu, mengapa hal demikian terjadi?

Ada beberapa alasan.

Pertama, karena pusat pemerintahan ada di kota. Jadi pembangunan dimulai dari kota. Tapi hal ini rupanya sudah menjadi hal yang tak wajar dan kebablasan, sehingga ada ketimpangan jauh antara kota dengan desa. Perlu segera dihentikan! Pemerataan menjadi mutlak antara pembangunan kota dengan desa. Termasuk pembangunan dalam hal listrik penerangan jalan.

Kedua, kepolosan orang desa. Prinsip nrimo ing pandum jadi darah daging orang desa. Acuh dengan hasil pembangunan seperti apapun karena menerima dengan lapang. Selain itu juga karena pengaruh pendidikan orang desa yang rata-rata rendah, sehingga tidak ada keberanian berkomentar.

Lalu, apa pentingnya lampu penerangan jalan hingga harus diperjuangkan?

Salah satu peran listrik penerangan jalan, adalah meningkatkan produktivitas masyarakat. Kalau di desa ada penerangan jalan yang memadai, bisa mudah dalam melakukan kegiatan, misalnya mengangkut hasil panen, dll.

Mas Ito
Mas Ito Blogger, agropreneur

29 komentar untuk "Penerangan Jalan Di Kota Di Subsidi Orang Desa, Kok Bisa?"

  1. Oiya, jadi inget waktu mau ke malang lewat jalur tengah. Itu ngelewatin jalan yang sama sekali ngga ada lampunya. Jalannya sih bagus. Tapi, ngga ada lampu dan gelap banget jadinya. Ini bikin takut. Takut ada orang nyebrang tiba-tiba terus ngga keliatan.

    Sebagai orang yang tinggal di tempat perkotaan. Rasanya sedih karena ternyata penerangan jalan masih belum merata.

    BalasHapus
  2. Aku bingung mau komen apa
    Bisa jadi ini tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya
    Pada dasarnya aku setuju bahwa hak akan penerangan iu sama untuk setiap orang
    Tapi mungkin gak bisa dipukul rata seperti itu, karena kebutuhan dari setiap lokasi bisa jadi berbeda, terutama anatara kota dan desa

    Semoga ke depannya pemerataan listrik bisa ke semua wilayah Indonesia ya

    BalasHapus
  3. Semoga ada pemerataan listrik dan pembangunan, baik di Desa ataupun di Kota

    BalasHapus
  4. Wah analisanya bisa sampai gitu ya. Saya yang tinggal di desa tidak paham dan baru ngeh jika PPJ kota disubsidi desa. Tapi maklum juga ya karena terbatasnya SDM desa seperti pendidikan, membuat mereka hanya bisa nerima dan tak berani berkomentar

    BalasHapus
  5. Sejak kecil saya sudah hidup di desa, liat kondisi jalan malam hari yang gelap gulita itu sudah biasa dan tidak pernah iri dengan keadaan kota. Meskipun gelap-gelapan tapi tetap ada nilai positifnya yakni mengurangi jumlah remaja atau anak-anak yang keluyuran di malam hari

    BalasHapus
  6. Dana desanya kemana ini Mas Ito? Bisa juga kaan dipakai untuk ini bila memang perlu sekali. Tapi jujur, saya baru tahu loh ada pajak penerangan jalan. Hihihi. Kudet banget saya.

    BalasHapus
  7. Pastinya kl ga ada penerangan jadi takut huhu. Tp sisi lain perlu penghematan juga, jd lampu desa ya sesuai kebutuhan saja, bgs lagi pakai tenaga surya hehe

    BalasHapus
  8. Memang terjadi. Yang bayak penghasilan desa, yang menikmati kota. Makanya banyak orang berlomba-lomba ke kota, kalau di desa terus nggak bakal maju. Miris.

    BalasHapus
  9. Wah baru tahu saya kalau PPJ kota di subsidi oleh desa. Semoga ke depannya pemerataan pembangunan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia baik yang tinggal di kota maupun di desa.

    BalasHapus
  10. sederhananya kalo orang desa bayar pajak penerangan jalan, maka jalan-jalan desa juga harus ada penerangan listrik, tidak gelap gulita.
    bahan renungan : adil itu belum tentu sama. kadang kewajiba tidak selalu berbanding lurus dengan hak yg diterima.

    BalasHapus
  11. Bisa gak misal menggunakan Dana Desa? Secara Dana Desa kan banyak. Jadi mungkin bisa dialokasikan ke hal yang bermanfaat kayak penerangan jalan.

    BalasHapus
  12. Lah selama ini pemerintah desa kemana aja, kucuran dana dari pemerintah harusnya ikut juga dialokasikan untuk penerbangan jalan

    BalasHapus
  13. Entahlah ini lah hal yang sepele seperti penerangan jalan tersebut tak pernah tersentuh oleh pemerintah desa. Seperti komentarnya mas Syahri benar sekali pemerintah desa harus terlibat dalam hal ini. Ini kok masa warga desa yang subsidi.

    BalasHapus
  14. Semoga hal ini kedepannya lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah, terlebih lagi untuk desa lebih di perhatikan.

    Ya menurut saya pribadi, jika penerangan jalan di subsidi oleh desa yang bersumber dari pajak yang dibayar, maka mesti nya desa juga lebih diperhatikan lagi dalam hal pendidikan misalnya, listrik,dan lain sebagainya agar semua dapat menikmati nya

    BalasHapus
  15. Ada kebutuhan yang berbeda di kota dan di desa, mirip kayak uanga jajannya anak SD dan SMA, nggak bisa disamakan jumlahnya

    BalasHapus
  16. Ada kebutuhan yang berbeda di kota dan di desa, mirip kayak uanga jajannya anak SD dan SMA, nggak bisa disamakan jumlahnya

    BalasHapus
  17. sedih ya bacanya, pemangku kebijakan harusnya paham atau mereka pura2 tidak paham. padahal di desa jg memerlukan pembangunan hufh negeri dagelan

    BalasHapus
  18. Mendalam kak .
    Kadang ya gak soal listrik saja..
    Saya kadang sampe merasa, kok ya enak banget pusat pemerintahan. Dapet pajak dari daerah tapi imbas ke daerah gak nampak. Misalnya soal pemerataan pembangunan. Orang desa susah punya akses jalan yang apik. Akhirnya sering sekali mengalami keterlambatan dalam perobatan.

    BalasHapus
  19. Ini karena penyebaran pembangunan yang tidak merata... karena membangun masih melihat unsur kepentingannya bukan kebutuhan sebuah daerah... coba kalau didaerah ada pejabatnya..terang tuch desa... kalau ga ada ya udah... nikmati gelap2an lah...

    BalasHapus
  20. Tapi sebenarnya penerangan ini sudah merata banget sih kalau di desa ibu saya yang termasuk area pegunungan pun sudah rata.

    Meski tidak sebanyak yang ada di kota besar tapi ya lumayan untuk menerangi jalan sih daripada biasanya masyarakat harus menyediakan lampu pinggir jalan sendiri dan memakai listrik sendiri.

    BalasHapus
  21. Kalau masyarakat desa mungkin terima-terima aja ya Mas, di sanalah harusnya kepala desa berperan aktif mengusulkan ke kecamatan hingga ke atasnya untuk membangun penerangan di jalanan desanya.

    BalasHapus
  22. bener sih, di kampung tuh jalananya meuni gelap pisan. saya kalo lagi mudik begitu juga, suka kasian. malah mereka buat sendiri lampu penerangan untuk sekitaran jalanan mereka. padahal ya mereka tuh jam 3 pagi udah aktivitas di luar rumah, apalagi yang jualan sayur mayur di pasar. emang penting banget penerangan di jalan tuh. semoga suatu saat pemdanya sadar dan mementingkan penerangan di jalan-jalan desa.

    BalasHapus
  23. Mungkin harus ada partisipatif aktif warga desanya kak untuk membuat desanya terang. Contoh membuat penerangan dengan tenaga Surya, tenaga angin, kincir angin dsb hanya untuk penerangan jln.. Karena mungkin jg nih untuk penerangan jln nun jauh di pelosok biaya perawatan dan keamanan nya tinggi ..atau ada pertimbangan tertentu ..

    BalasHapus
  24. Banyak hal-hal yang berhubungan dengan pajak yah. Memang dari media juga kurang mengekspos pemberitaannya nih sehingga banyak yang belum paham juga tentang pajak penerangan ini. Di tempat saya pun biasanya di kawasan jalan protokol terang benderang tapi jalanan sedikit ke dalam mulai gelap tanpa lampu penerangan jalan.

    BalasHapus
  25. semoga penerangan jalan di desa bisa ditingkatkan ya. pelayanan PLN makin meningkat dan semua dapat merasakan manfaatnya. Aamiin

    BalasHapus
  26. Wahhh saya baru tau kalau ada PPJ, hihihi. Semoga penerangan dan listrik bisa merata ya ��

    BalasHapus
  27. Penerangan jalan, merupakan salah satu komponen pendukung geliat perekonomian di malam hari. Di rumah dinasku yang pelosok mengalami hal tersebut, sebelum adanya penerangan jalan, jam 7 malam sudah seperti jalan mati.

    BalasHapus
  28. Menurutku ini gimana pemda-nya sih ngatur gimana pembagian subsidi dari hasil PPJ ini. Mungkin penulis bisa usul ke kepala desa atau camat untuk memperbaiki penerangan desa, kali aja mungkin karena gak ada laporan, akhirnya pemda jadi gak tau suatu desa penerangannya gak jalan. Atau bisa juga diusulkan diberikan penerangan dalam belanja dana desa

    BalasHapus
  29. Tahun 2017 saya ikut suami tugas ke Maluku Utara, masih ada desa yang belum tersentuh listrik sama sekali loh, Mas. Jangankan penerangan jalan, listrik untuk sehari-hari aja, belum ada. Dan, kami sekeluarga pernah ngerasain 10 hari tanpa listrik sama sekali. Di sini saya melihat bahwa pembangunan yang katanya Indonesia sentris itu belum sepenuhnya terwujud.

    BalasHapus

Posting Komentar

Jangan tinggalkan link hidup ya gaes.