Kenangan Nasi Jagung Bersama Jutaan Impian

(Nasi jagung Tuban penuh kenangan: kangrudi.com)

Makan nasi jagung sepanjang hari bukan hal yang memalukan bagi saya, meski waktu itu anak-anak seumuran saya sudah makan nasi dari beras. Demi sebuah impian untuk bisa belajar di sekolah favorit dan bahkan kuliah di universitas negeri, nasi jagung serasa makanan paling lezat sedunia. Abaikan nasi beras yang mendominasi makanan pokok orang Indonesia.

Kenangan nasi jagung muncul kembali berkat tulisan teman SMA dulu yang menulis tentang nasi jagung di Tuban. Kebetulan hidup saya dengan kenangan nasi jagung.

Meski hanya nasi jagung, porsi makan saya tidak pernah sedikit. Lidah sudah beradaptasi dengan rasa nasi jagung. Apalagi dengan sambal pendamping sambal terasi, khas terasi Tuban sendiri. Lauknya ikan asin yang di bakar, sehat bukan? Bebas kolesterol dari minyak goreng. Ditambah sayur daun kelor atau bayam yang tinggal petik dari halaman rumah. Bebas bahan kimia sintetis.

Yaaa, waktu itu kenangan bersama keluarga yang candu dengan nasi jagung. Terutama emak dan bapak saya, cinta mati sama nasi jagung. Kalau saya masih milih nasi beras kalau dusuruh milih.heeheh... Karena tidak ada pilihan, ya jelas makan nasi jagung saja. Hanya pagi hari di saat sekolah saja bisa menikmati nasi beras bersama kakak perempuan saya yang juga sama-sama sekolah waktu itu. Dengan hayalan masing-masing yang digantung setinggi mungkin, dan dengan harapan suatu saat bisa menggapai hayalan tersebut. Jiaahhhh, gila! Gila bener dengan hayalan kami yang tinggi bersama nasi jagung.

Makan nasi jagung perlu trik khusus biar tidak nyantol di kerongkongan. Apalagi nasi jagung  di Tuban, khas keluarga saya benar-benar nasi jagung murni tanpa campuran nasi beras layaknya daerah lain. Triknya dengan diberi kuah sayur sebanyak-banyaknya atau siap sedia minuman banyak. Habis telan nasi jagung siap-siap nyangkut. Kalau ada air bisa labgsung teguk tanpa megap-megap dulu.

Kerennya, berkat makan jagung sepanjang hari, saya dan kakak saya bisa jadi sarjana. Sarjana di masa kami berdua dan di lingkungan kami, menjadi sesuatu yang berkilau, pasalnya tidak ada yang sarjana. Itu kenangan sepuluh tahun lalu. Beda dengan sekarang, sudah banyak yang sarjana.

Gelar sarjana saya dan kakak benar-benar S.Pd, Sarjana Penuh derita. Tapi bukan penderitaan yang berarti dibanding kebahagiaan kami makan nasi jagung sepanjang hari. Tidak ada takaran dan batasan untuk menyantap nasi jagung, karena saking murahnya harga jagung waktu itu. Lha wong gak beli, hasil kebun sendiri.

Makan nasi jagung sepanjang hari bukan tanpa alasan. Ajaran keluarga saya untuk gemi atau berhemat demi sebuah impian yang lebih baik. Biar kami, bisa sarjana dan dapat kehidupan yang berharga dan tidak senasib dengan orang tua. Orang tua tidak lulus SD, hanya bisa bergelut dengan dunia pertanian yang tidak ada kejelasan nasib. Mereka punya harapan agar anak-anaknya bisa kerja kantoran.

Tidak diingkari lagi, harapan tua terwujud. Saya sekarang kerja kantoran, meski baru saja resign dari kantor lama. Sekarang di kantor baru. Fisik saya memang di kantor, tapi separo hati dan pikiran saya tidak di kantor. Saya lebih suka dekat dengan kenangan nasi jagung. Yaa, nasi jagung hasil pertanian. Pertanian dekat dengan alam. Saya lebih suka bergelut dengan dunia pertanian dan alam.

Saya lebih tertantang untuk napak tilas pekerjaan orang tua bertani. Tapi  tentu dengan metode yang jauh berbeda dengan yang dilakukan orang tua. Semua serba berbeda, terlebih saya sudah menggunakan kemajuan IT dalam melakukan usaha yang mirip dengan orang tua.

Berkat makan nasi  jagung sepanjang hari, saya punya ribuan ide gila seperti saat ini. Terima kasih nasi jagung. Berkat kau, saya seperti sekarang.
Mas Ito
Mas Ito Blogger, agropreneur

3 komentar untuk "Kenangan Nasi Jagung Bersama Jutaan Impian"

  1. Ceritanya menginspirasi sekalih kang, setelah baca tulisan diatas jadi inget kampung halaman...
    Heheheeee...

    BalasHapus
  2. Ceritanya menginspirasi sekalih kang, setelah baca tulisan diatas jadi inget kampung halaman...
    Heheheeee...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haahaa.. Iya makasih kang. Monggo sering mampir ke blog saya :)

      Hapus

Posting Komentar

Jangan tinggalkan link hidup ya gaes.